Senin, 18 November 2013

"Gila" Kata Siapa?

Hampir setiap sore kota Bogor hujan, mungkin itulah banyak orang menyebutnya sebagai kota hujan. Sore itu sekitar pukul 17.00 sepulang dari kampus, saya mampir di sebuah toko buah. Saat sedang memperhatikan dan memilih buah yang akan dibeli, tiba-tiba perhatian saya beralih kepada seorang perempuan (kira-kira berumur 40 tahunan). Saya pikir dia akan membeli buah juga, dengan gayanya memegang beberapa buah kiwi. Namun, seorang pelayan dengan nama seperti mengusir ayam (hus...hus...hus) dan mendekati perempuan itu kemudian melarang untuk menyentuh buah-buah tersebut. Akhirnya perempuan itu pergi tanpa membeli dan membawa satu buahpun.

Seperti halnya saya yang mampir dan membeli buah, itu karena ingin memakannya. Perempuan itu tadi pasti punya harapan yang sama, yaitu ingin makan buah. Sebenarnya apa yang membedakan saya dan perempuan itu? mungkin kah gaya rambut? tentu berbeda, dia mempunyai potongan rambut pendek seperti laki-laki sementara saya memakai jilbab. Mungkinkah pakaian kami berbeda? tentuntu berbeda, saya memakai kemaja lengan panjang dan celana dasar panjang, sementara dia memakai baju kaos oblong dan celana hawai dibawah lutut. Hal yang berbeda lainnya adalah dimulutnya ada sebatang rokok yang belum dinyalakan, sementara saya tidak merokok.

Sebenarnya tidak ada yang aneh dari penampilan perempuan itu, seperti kebanyakan perempuan lainnya. Ada satu hal yang baru saya tahu bahwa perempuan itu "gila". pelayan tadi mengusirnya karena khawatir mengganggu.

Dua hari berlalu...

Pagi hari ketika saya akan berangkat ke kampus, melewati jalan biasanyanya (Jl. Raya Dramaga). Dari kejauhan saya melihat perempuan yang pernah saya lihat di toko buah dua hari yang lalu. Yah, saya mengenal raut wajahnya. Ciri khas yang sama yaitu sebatang rokong yang belum dihidupkan ada di antara bibirnya. Sembari terus berjalan, terus saya perhatikan olah tingkahnya. Dia hanya duduk di sudut halaman toko yang belum dibuka oleh pemiliknya. Dalam hati saya berkata "mungkin benar perempuan itu gila".

Tiba-tiba dari arah yang sama di seberang sana ada seorang laki-laki yang berjalan mendekati perempuan tersebut. Laki-laki menggunakan baju kaos oblong warna hitam lusuh, dan beberapa bagiannya sudah sobek. Begitupun dengan celana panjang coklat yang dia gunakan, kanan-kirinya cobek dan kotor. Rambutnya yang panjang terikat menggumpal. Laki-laki itu menjinjing 3 pelastik hitam yang lumayan besar yang tidak tahu isinya apa. Kakinya tanpa alas, terus melangkah mendekati perempuan tadi.

Sementara saya berjalan semakin dekat dan dekat dengan mereka namun kami berseberangan. Saya melihat perempuan itu menegur laki-laki tersebut, namun laki-laki itu hanya diam. Kemudian perempuan itu menegur lagi, namun tetap laki-laki itu diam. Perempuan itu lalu mengambil sebatang rokok dari mulutnya kemudain menjulurkan (memberikan) kepada laki-laki itu.

Dari seberang jalan saya berdiri memperhatikan mereka dan bertanya dalam hati (Apakah mereka saling kenal?, sepertinya tidak). Sayang sekali saya tidak pegang kamera, dan hand phone pun tidak bisa mendokumentasikan kejadian itu. Perempuan yang masih terduduk itu memberikan rokoknya, sementara laki-laki itu mendekat dan menunduk ke arah perempuan itu. Wah saya ingin tahu sebenarnya apa yang sedang meraka ucapkan/kamunikasikan.

Namun karena saya harus segara sampai di kampus, saya tinggalkan pemandangan itu. Sepanjang jalan saya masih saja memikirkan olah tingkah mereka berdua yang membuat saya penasaran. Sampai-sampai saya harus mengakui bahwa mereka "tidak gila" sebagaimana yang dilabelkan oleh orang-orang yang melihatnya. Yah mereka tidakgila, mereka bisa berkomunikasi dengan baik. Mereka mempunyai hati yang baik antara satu dan lainnya.

Seandainya saya seorang perempuan yang merokok, dan tak seorangpun yang mengatakan/melabelkan kepada saya "gila". Apakah saya akan memberikan sebatang rokok yang saya punya kepada teman saya? belum tentu. Sementara perempuan itu, yang dianggap gila namun ia mau memberikan sebatang rokoknya kepada laki-laki yang dianggap gila.

Oh tidak, ini adalah sebuah kesalahan. Sungguh menghawatirkan, jangan-jangan orang sehat yang mengatakan orang lain gila itu adalah dia yang sedang gila. Kesehatan, kebersihan, kerapihan, kelincahan berbahasa, kecerdikan berpikir justru menganggap orang yang kumuh, kotor, dekil, pakai baju sobek sana-sobek sini, rambut panjang meringkal tak terurus, bau, adalah gila . Dalam penampilan yang gila, mereka mempunyai hati yang sehat.

Jika mereka memilih jalan sebagai rumah mereka, berjalan sepanjang hari. Tidur di jalan, meminta makanan dari warung ke warung, atau mengais sampah mencari makan. Itu semua bukan berarti mereka gila. Ternyata mereka memiliki hati yang tulus, terhadap sesama mereka. Mereka mampu berkomunikasi dua arah, layaknya kita.

Siapkah yang pertama kali melabelkan "gila" kepada orang-orang gila?. Saya jadi teringat kepada seorang perempuan gila di sekitar pasar Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Semenjak saya SD sampai sekarang perempuan itu terkenal dengan sebuatan nama "Minul Gila". Kesehariannya hanya duduk di pinggiran jalan, dengan menggunakan sarung dan kaos oblong yang lusuh dan kotor. Rambutnya yang panjang dan tebal nampak seperti sanggul karena kotor tidak pernah dicuci. Namun ironisnya, si Minul juga hamil. Siapakah orang yang menghamili Minul? ternyata dia adalah orang sehat fisiknya tapi lebih-lebih gila jiwanya. Masih banyak lagi orang-orang sehat di dunia ini yang memiliki hati dan jiwa yang gila, namun sayangnya dia tidak menyadari kegilaanya.

Dramaga Bogor, 12:28






Tidak ada komentar:

Posting Komentar