Subuah SMS masuk dari seorang teman yang meminta tolong untuk mengecek surat
permohonan pengrimiman delegasi Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan (PWD) di ruang sekretariat PWD. Kemudian saya balas SMS
itu bahwa saya akan mengeceknya besok. Namun tak berapa lama kemudian saya
langsung saja mengirim SMS kepada pengelola prodi prihal surat tersebut,
ternyata surat sudah masuk pada tanggal 15 Oktober 2013.
Keesokannya saya mampir ke prodi dan membaca surat tersebut beserta
lampiran2nya (Surat Delegasi Kongres (Form A), Perubahan surat delegasi kongres
(Form B), jadwal acara, Formulir bakal calon ketua umum Forum Wacana IPB,
daftar peserta penuh kongres XI Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB 2013 dan
beberapa dokumen Rancangan Ketetapan). Pengelola prodi mengatakan bahwa:
"siapa saja yang akan menjadi delegasi diserahkan sepenuhnya kepada
mahasiswa". Oleh karena itu saya inisiatif untuk membawa surat itu beserta
dokumennya untuk saya umumkan kepada teman2 baik S2 maupun S3 (kebetulan saya
akan bertemu mereka pada perkuliahan Makro Ekonomi).
Dari 5 Kuota yang didapat oleh PWD, saya hanya berhasil menjaring 3 orang
(termasuk saya) untuk menjadi peserta delegasi tersebut. Sementara temn-teman
yang lain tidak tertarik untuk mengikutinya dengan berbagai alasan,
diantaranya: menjelang UTS, khawatir kedepannya akan diminta jadi
kordinator acara ini dan itu. Baiklah, itu adalah hak mereka dan saya harus
bersyukur setidaknya ada teman (Idealisme masih tinggi nich). Selanjutnya saya
langsung meminta tanda tangan dari ketua prodi sebelum diserahkan kepada
panitia. Prodi menanyakan mengapa hanya tiga orang? coba hubungi kakak tingkat
2012 !. Oleh staf disana saya diberikan no hp salah seorang kakak tingkat,
kemudian saya hubungi berkaitan dengan delegasi tersebut. Ternyata beliaupun
tidak tertarik. Tidak lupa saya berpesan bahwa jika ada teman-teman yang lain
ingin ikuti, masih ada kesempatan perubahan delegasi sampai tanggal 25 Oktober.
Beliau itu cuma bilang "terimakasih".
Hari itu saya putuskan untuk memasuki nama 3 orang tersebut untuk mengikuti
kongres pada tanggal 26 Oktober karena hari itu (24 Okt) adalah hari terakhir
pendaftaran. *Masih mengikuti prosedur yang berlaku#
Acara kongres XI ini dilaksanakan di Gd. Sylva Pertamina Fakultas Kehutanan
dimulai pukul 08.00-18.00 sesuai jadwal yang terlampir. Dengan pakaian yang
rapi, dan bersepatu saya dengan senang hati menuju lokasi dan tiba disana
sebelum jam 08.00. Kemudian saya registrasi jam 08.00 kemudian memilih
tempat duduk yang nyaman. Panitia nampak siap dengan tugasnya masing-masing,
namun yang menjadi pertanyaan saya? mengapa diawal ini panitia di dominasi oleh
kaum adam? hanya ada 2 panitia perempuan yang terlihat (notulen dan yang akan
memimpin menyanyi Indonesia Raya). Baiklah, mungkin yang lain belum datang.
Jujur baru kali ini saya mengikuti acara yang benar-benar on time acara
dimulai pukul 09.00 (dalam hati mulai simpati dengan cara kerja para panitia).
Semua kursi yang tersedia penuh, namun saya lupa jelasnya berapa jumlah peserta
yang hadir. Pada sambutan ketua umum bahwa kongres ini adalah kongres terbesar
sepanjang sejarah. Artinya jumlah pesertanya sangat banyak. Tentu saja karena
mahasiswa baru IPB pada tahun ini meningkat drastis, jadi ini adalah sebuah
kewajaran dan bukan sebuah prestasi.
Masuklah pada sesi Sidang Pendahuluan yang membahas jadwal acara, tatatertib
kongress, dan pemilihan pesidium sidang yang di fasilitasi oleh SC. Tidak ada
masalah dengan jadwal dan forum sepakat jam 18.00 selesai. Sidang mulai
menunjukkan reaksi ketika membahas tata tertib sidang perihal peserta kongres.
Peserta kongres terdiri dari peserta penuh dan peserta peninjau. Peserta penuh
merupakan perwakilan prodi (termasuk saya nich) yang memiliki hak bicara dan
suara. Sementara peserta peninjau adalah utusan dari organisasi pascasarjana
lingkup IPB dan Forum Wacana Daerah, merka hanya memiliki hak bicara namun
tidak memiliki hak suara.
Sidang mulai panas ketika ada beberapa orang di luar ruangan datang membawa
surat delegasi dari prodi, namun oleh panitia tidak diperbolehkan karena telah
melewati batas waktu yang telah ditetapkan. Alasan para teman-teman yang baru
datang ini adalah karena sebelumnya mereka tidak mengetahui acara tersebut dan
tidak sampainya undangan Forum Wacana ke prodi mereka. Wahhh beberapa peserta
kongres mulai mencari-cari kesalahan panitia nich, dengan meminta menunjukkan
surat/bukti bahwa panitia telah menyampaikan surat ke prodi.
Saya masih menjadi pengamat yang setia, suara-suara keras mulai terdengar
sahut menyahut. Beberapa tangan yang gemetar saling tunjuk menunjuk dan
beberapa orang mulai tidak lagi duduk manis ditempatnya bahkan sudah berjalan
di koridor ruangan sambil mengayun ayunkan microphone. Bahkan ada juga peserta
perempuan di belakang saya berkata"pimpinan sidang!, pimpinan sidang!"
berulang-ulang. Saya tahu mereka meminta waktu untuk berbicara. Namun suara
mereka tidak didengar lagi-lagi yang punya kesempatan bisacara adalah peserta
laki-laki. *Hati saya mulai gelisah nich#
Saya hanya mencatat komentar saya dalam hati bahwa kongres ini level
pascasarjana loh, di dalamnya ada calon master dan doctor. Saya melihat panitia
sudah bekerja maksimal mengapa teman-teman yang baru datang begitu manja
sehingga keterlambatan mereka harus dimaklumi dan masih saja memaksa untuk
masuk mengikuti kongres. Mengapa pula ada beberapa teman di dalam forum harus
sebegitu kerasnya memperjuangkan mereka masuk dengan mengabaikan substansi dari
kongres tersebut?. Sampai-sampai SK secagai SCpun harus dipertanyakan dan
mengatakan bahwa SK itu sakral? yah mungkin itulah wujud kekritisan mereka.
Sementara peserta perempuan hanya bisa berkomentar dengan teman disampingnya
menambah hiruk pikuk ruangan tersebut (termasuk saya).
Ada satu perhatian saya saat itu yaitu dua orang notulensi (laki-laki dan
perempuan) justru sibuk sendiri ngobrol, mereka tidak mencatat sanggahan,
saran, informasi, atau yang lainnya. Melihat itu saya merasa kasihan dengan
teman-teman yang sudah saling otot-ototkan memperjuangkan pendapatnya.
Olehkarena itu saya berdiri dan mengacungkan tangan mohon bicara kepada
pimpinan sidang (Lagi-lagi gagal). Lalu saya inisiatif menghampiri notulen itu
dan mengatakan bahwa: "perubahan redaksional yang tadi belum dicatat, ini
adalah dokumentasi yang sangat penting!". Mereka hanya bilang: "sudah
mba!". Tapi kenyataanya di slide tidak ada perubahan apa-apa. (Bagaimana
ini)
Ketika Ishoma tiba, panitia mengumumkan silahkan untuk mengambil makan siang
dengan menunjukkan name tag. Kemudian saya bercanda dengan teman-teman
disekitar saya: "name tag ini yang sakral, karena tanpa ini kita tidak
dapat makan siang. Kalau SK SC tidak begitu sakral!...serentak teman-teman
tertawa dan kami menikmati makan siang itu bersama.
Selanjutnya ketika pemilihan pimpinan sidang, terpilihlah satu orang
keterwakilan perempuan. Sidang Pleno 1 dengan pembahasan laporan pengurus Forum
WacanaIPB periode 2012/2013 yang disampaikan oleh Ketua Umum Syamsu Rizal,
S.Hut, SMi. Saya sendiri memberikan apresiasi kepada pengurus ini karena dalam
waktu setahun bisa merealisasikan 32 kegiatan. Sebelumnya laporan tertulis saya
terima ketika registrasi, jadi sebelum ketua umum mebacarakn laporan tersebut,
saya sudah membaca semuanya. Catatan kecil saya adalah: standar laporan yang
menjelaskan nama kegiatan, tema, tempat, waktu, tujuan, hasil yang dicapai, jumlah
peserta yang mengikuti, sumber dana dan kegunaannya belum lengkap. Ternyata
yang catatan kecil ini ada juga yang mempertanyakan kepada ketua umum namun
dengan cara yang berbeda "ini seperti laran anak SD, laporan yang sangat
konyol sekali!". Saya cuma bilang: Wow keren mahasiswa pascasarjana loh
ngomongnya begitu. Sampai-sampai ketua umum menanggapi: "Sebenarnya saya
tidak tahu laporan yang konyol itu seperti apa".
Setiap manusia, organisasi, episode pastilah punya kekurangan dan
kelebihannya. Kita sebagai teman patutlah kita memberi apresiasi walapun kita
harus juga memberikan refleksi mana yang sudah baik dan mana yang perlu
diperbaiki. Saya pikir tidak perlu sampai berteriak-teriak mengeluarkan emosi
sebegitunya. Apakah Mubes/Kongres itu tidak sempurna jika tidak ada nuansa
sarkasme dan anarkisme nya???
Sampailah pada Sidang pleno ke 2 pembahasan AD/ART Forum Wacana IPB periode
2013-2014 dan rekomendasi organisasi Forum Wacana IPB. Semua berjalan dengan
lancar walaupun terkadang muncul emosi-emosi yang tidak terkendali, biasanya
berakhir pada komentar sang wasit persidangan yaitu ketua umum. Namun pada
tahap ini ada satu kejadian yang membuat semua forum emosi, sampai pimpinan
sidang akan diturunkan. Tanda-tanda ini sudah saya bisikkan kepada teman disamping
saya:"pimpinan sidang yang perempuan hanya jadi pajangan". Karena
semenjak dia ditetapkan menjadi pimpinan sidang belum pernah terdengar suaranya
padahal sidang pleno 2 hampir selesai dan waktu menunjukkan sudah jam 17.00.
Benar saja, saya yang duduk di depan dengan jelas melihat pimpinan sidang yang
perempuan menggendong tasnya yang berwarna hitam keluar melalui tirai belakang
panggung. Saat ini masih hangatnya membahas ART. Kepergian pimpinan sidang
perempuan itu tanpa ada persetujuan forum, sepertinya tak banyak yang tahu
kepergian pimpinan sidang itu atau mereka belum sadar ya kalau pimpinan
sidangnya hilang satu.
Seseorang peserta laki-laki dibelakang sadar dan menanyakan "mengapa
pimpinan sidang perempuan tidak pernah bertugas?, siapa tahu ruangan ini lebih
fresh jika perempuan yang memimpin sidang. Dimanakah pimpinan sidang
satunya?"......hahahaha keadaan lebih heboh dan sidang di skor 2x10 menit
karena dua pimpinan sidang laki-laki berdiskusi dan berusaha menghadirkan
pimpinan sidang yang perempuan. setelah itu skor dicabut, dan belum juga
menghadirkan pimpinan sidang 3 (perempuan), sementara pimpinan sidang 1 dan 2
(laki-laki) bergaya tegas dengan melanjutkan persidangan. Keanehan mulai
terbaca, karena suara peserta forum pecah antara sebagian besar peserta penuh
dan peserta peninjau. Peserta penuh mengharapkan sidang dilanjutkan dengan
alasan waktu dan peserta peninjau tidak bisa melanjutkan sebelum menghadirkan
pimpinan sidang 3. Saya sebagai peserta penuh setuju dengan peninjau. Teman
disamping saya berkata "pimpinan sidang 1 dan 2 adalah titipan, saya
menyesal tadi kenapa mengundurkan diri menjadi pimpinan sidang kalau ternyata
begini". Wah kebenaran titip menitip ini tidak bisa dibuktikan ya teman.
Tapi menurut logika saya, memang ada yang aneh kenapa pimpinan sidang 3 tidak
pernah diberikan kesempatan memimpin sidang. Sampai Pimpinan sidang 3 pun sudah
hadir, masih saja pimpinan sidang 1 dan 2 memaksa melanjutkan persidangan.
Padahal peserta forum meminta klarifikasi mengapa beliau meninggalkan tempat
saat sidang berlangsung. Ada yang benar-benar lucu ketika pimpinan sidang ingin
klarifikasi dia meminta palu sidang diberikan kepadanya terlebih dahulu.
Serentak peserta forum ada yang tertawa, mengejek dan ada pula yang menjelaskan
bahwa untuk sekedar klarifikasi tidak perlu serah terima palu. Terdengar
disekitar saya "nanti mbanya dibelikan palu dech".
Akhirnya pimpinan sidang 3 klarifikasi, dia meninggalkan persidangan karena
beberapa kali dia meminta agar dia ditugaskan menjadi pimpinan sidang namun
pimpinan sidang 1 tidak mendengarkan permintaannya. Dia merasa tidak mempunyai
peran apa-apa dipanggung persidangan, padahal dia dipilih secara aklamasi
sebagai pimpinan sidang perwakilan perempuan. Dengan emosi dan suara menahan
tangis dan raut wajah yang merah marah dia menjelaskan "saya minta maaf
semoga dengan tindakan saya ini menjadi pencerahan kita semua bahwa perempuan
harus dilibatkan". Wahhhhh saya salut dengan pimpinan sidang 3 ini, dia
berani mengambil tindakan yang berpengaruh demi prinsip. Bayangkan saja dengan
ulah pimpinan sidang 3 ini waktu persidangan molor 3 jam. Namun bagi
saya it's ok karena kejadian ini adalah tamparan bagi para peserta
kongres level pascasarjana bahwa kesetaraan gender sangat mudah dalam teori dan
begitu berat dan aplikasinya. Apakah pimpinan sidang 1 dan 2 akan merasa jatuh
harga dirinya ketika pimpinan sidang 3 yang memimpin?
Keadaan kembali mematikan dengan cepat sel-sel dalam tubuh ketika gelombang emosi
peserta kongres datang seperti tsunami. Setelah pimpinan sidang 3 sudah
klarifikasi persidangan dilanjutkan, namun beberapa kali peserta kongres
meminta palu persidangan diserahkan kepada pimpinan sidang 3. Namun permintaan
itu tidak diindahkan oleh pimpinan sidang 1 dan 2. Sampai orang-orang yang
gerah dengan pimpinan sidang 1 maju kearah panggung persidangan dan akan
menurunkan secara paksa pimpinan sidang 1, namun saat itu juga orang-rang yang
pro kepada pimpinan sidang 1 maju menghalangi sampai terjadi dorong mendorong
dan relai melerai. Lagi-lagi diakhiri dengan komentar wasit kongres yaitu ketua
umum.
Setelah beberapa peserta memberikan pendapat tentang pergantian palu sidang,
dan pimpinan sidang 1 dan 2 merasa terdesa maka palu persidangan diserahkan
kepada pimpinan sidang 3. Setelah saya dengarkan cara pimpinan sidang 3
memimpin sidang, ternyata perempuan juga bisa tidak kalah dengan laki-laki.
Begitu tidak mudahnya menjatuhkan egoisme seorang laki-laki demi sebuah palu
kepada perempuan padahal secara aturan sudah jelas bahwa perempuan tersebut
hanya meminta haknya.
Sampai pukul 24.00 saya masih bertahan, berharap saya bisa memberikan hak
suara saya kepada salah satu calon ketua umum Forum Wacana 2013/2014. Yahhhh
inilah upaya saya menjadi peserta kongres yang baik, berharap mendapat sebuah
pembelajaran untuk Indonesia mendatang. Padahal seperti yang saya sampaikan
didepan bahwa kongres ini hanya sampai pukul 18.00. Demi sebuah kesempurnaan
dan keidealan sebuah kongres seluruh peserta sepakat melanjutkan kongres
walaupun konsekuensinya tidak mendapatkan malam ataupun snack tambahan. Wahhh
saya bangga dengan teman-teman peserta kongres ini.
Namun ada sebuah kejadian yang telah menggilas jiwa-jiwa para peserta
kongres yang mengharapkan keidealan dan kesempurnaan kongres tadi. Apakah itu??
Ketika memasuki tahap pemilihan calon ketua umum, diumumkan ada 6 orang yang
telah terjaring sebagai bakal calon. Keenamnya dipanggil dan dipersilahkan
duduk di koridor depan ruang kongres di kursi yang telah disediakan panitia.
Namun sekitar 20 menit dengan berbagai dinamika di dalamnya, peserta harus
menunggu 3 orang bakal calon yang belum hadir di ruangan tersebut. Dalam hati
saya mencatat: pertama ketiga bakal calon yang belum hadir tidak
mempunyai niat yang kuat, jadi tidak lebih baik dipilih. kedua mereka
sebagai calon ketua umum yang jika terpilih akan melayani ribuan mahasiswa
pascasarjana, jika belum terpilih saja, kita sudah harus menunggu mereka. ketiga
saya meyakinkan hati bahwa satu suara suara saya akan saya berikan kepada
mereka yang memang sudah siap di depan.
Setelah ditunggu beberapa lama semua calon muncul dan menyampaikan visi misi
mereka di podium. Ketika panitia menyiapkan alur dan teknis pemungutan suara,
tiba-tiba 4 orang calon mengundurkan diri dan menyerahkan suara mereka kepada
salah satu calon yang mereka tunjuk. Hal ini otomatis penggiringan suara para
pendukung calon yang mengundurkan diri kepada calon yang mereka tunjuk.
How can it be???
Untuk para pemain di dalam kongres ini saya ingin menyampaikan bahwa apakah
kalian tidak memperhitungkan social cost yang sudah kami (peserta kongres)
keluarkan demi kongres ini. Ada ibu-ibu yang meninggalkan empat orang anaknya,
ada ibu hamil 7 bulan, ada puluhan orang yang meniadakan tidur siang di hari
Sabtu, ada puluhan orang yang menunda tidur malamnya, ada ratusan mahasiswa
yang mengalihkan waktunya selama 16 jam dari belajar menjelang UTS, ada ratusan
manusia menunda makan malamnya sampai jam 00.00 SEMUA DEMI KESEMPURNAAN
KONGRES.
Kalian para calon ketua umum yang mengundurkan diri setelah visi misi,
mengapa kompak melakukan hal yang sama? mengapa tidak mengundurkan diri ketika
dipodium? mengapa kami harus menunggu kehadiran kalian dengan dinamika emosi
ternyata kalian mengundurkan diri? mengapa kalian tidak terlihat gagah dan
berwibawa dengan menyerahkan suara kalian kepada 2 orang yang tertinggal?
kenapa permainan kalian begitu mudah sekali ditebak dan merugikan banyak orang?
Oleh karena itu saya menjadi peserta penuh yang pertama kali menyatakan GOLPUT
di atas panggung persidangan. Dengan fisik lelah dan hati yang begitu perih
saya tinggalkan ruang kongress level pascasarjana IPB pada pertengahan malam
(pukul 00.00). Dengan tenaga yang tersisa saya langkahkan kaki di remang-remang
kampus yang katanya 5 besar di Indonesia ini. Diperjalanan ke kostan yang
sekitar 500 meter, saya bertemu 3 kelompok pemuda yang duduk berkumpul di luar
pagar kampus dengan dihiasi botol minuman dan cantiknya hembusan asap rokok,
disalah satu kelompok itu ada seorang perempuan berambut panjang menggunakan
hotpans hitam dan tanktop putih.
Sepuluh (10) tahun kedepan, yakinlah generasi dalam kongres ini yang akan
memimpin Indonesia. Dan malam ini saya sudah dapat melihat miniatur dinamika
politik yang akan terjadi nanti. Sukarno, seandainya engkau masih hidup saya
akan berusaha datang padamu untuk menyampaikan tulisan ini, dan inilah
potret pemuda generasi di bawah mu. Asnani
Dramaga, Bogor 27 Oktober 2013
note: tulisan ini tidak diberikan photo karena keterbatasan gadget saya
Configure your calendar archive widget - Edit archive widget - Flat List - Newest first - Choose any Month/Year Format
Catatan Kongres XI Forum Wacana IPB 2013
22.23 |
Label:
Social life
Read User's Comments(0)
Korupsi, Pemiskinan Simiskin
19.53 |
Label:
Social life
Kelangkaan
Beberapa buku ekonomi dasar terdokumentasi bahwa
masalah ekonomi itu adalah kelangkaan (scarcity).
Dari beberapa referensi ekonomi berikut (Sadono sukirno, Walter Nicholson dan
Olivier Blanchard) mengatakan kelangkaan itu disebabkan tidak seimbangnya
antara keinginan/hasrat manusia akan kebutuhan barang dan jasa, sementara
ketersediaan barang dan jasa itu terbatas. Kepuasan manusia tidak terbatas,
seperti analogi pada sebuah iklan coklat dengan slogannya "lagi-lagi dan
lagi". Hal ini bermakna bahwa coklat itu enak, tentu saja membuat hasrat
penikmatnya bertambah, oleh karena itu mereka akan terangsang untuk menambah
coklat tersebut. Itulah kepuasan manusia, tidak akan habis keinginannya sampai
dia mati. Bahkan (maaf) ada sebagian orang, sebelum matipun masih sempat
memikirkan/mengatur harta kekayaannya. Tujuannya agar ia dapat meninggalkan dunia
dengan tenang (bagian dari kepuasan). Sampai saat ini belum ada formula untuk
membatasi kepuasan manusia.
Faktor-faktor produksi yang tersedia dikatakan terbatas, karena mereka harus dibayar. Misal sebuah perusahaan butuh gudang, mesin, tenaga kerja, dan bahan baku untuk menciptakan sebuah barang. Kesemua faktor produksi itu di dapat dengan membayar kepada pemiliknya baik dalam bentuk membeli atau sewa. Sementara seorang produsen memiliki prinsip dengan modal serendah-rendah nya harus mendapatkan laba setinggi-tingginya. Jika tidak, maka dia akan merugi dan ini akan berdampak pada keberlangsungan produksi barang tersebut.
Namun berdasarkan pengamatan nakal saya, teori tersebut kurang tepat untuk kondisi kehidupan kita saat ini. Pertama kepuasan manusia tidak lagi berdasarkan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa dalam hidupnya. Melainkan lebih dari itu, yaitu menumpuk kekayaan baik berupa uang, dokumen berharga, maupun investasi lainnya. Tentunya penumpukan harta kekayaan terjadi setelah keinginan akan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi. Kedua faktor produksi itu tidak terbatas namun tersedia di alam semesta, dan akan mencukupi untuk kebutuhan hidup manusia. Namun sayangnya faktor produsksi ini menjadi bahan rebutan bagi manusia. Misalkan tersedia sepuluh roti untuk 5 orang. Jika hidup ini teratur dan tidak haus atas kepuasan, maka cukuplah roti tersebut untuk lima orang. Namun kenyataannya, diantara mereka ada yang puasa, ada yang baru saja olahraga keras, dan ada yang baru saja makan makanan lain. Alhasil sepuluh roti tersebut tidak terdistribusi dengan rata jumlahnya.
Kesenjangan
Apakah masalah hidup kita masih sebatas kelangkaan, atau sudah masuk dalam ruang lain yaitu kesenjangan?. Tentu saja keduanya memiliki batasan yang berbeda. Proses kesenjangan itu terjadi sejak manusia mengenal konsep kaya dan miskin. Siapa yang membuat konsep tersebut? mengapa dikatakan kaya ketika seseorang memiliki harta yang lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga kebutuhan hidup itu sendiri memiliki tingkatan yang berbeda-beda (misal kebutuhan transportasi: sepeda, motor, mobil dan pesawat). “Simiskin” berangkat ke sekolah dengan sepeda ontel dan “sikaya” pergi ke sekolah dengan mobil.
Siapa yang tidak ingin kaya? yang tidak ingin adalah mereka yang tidak mengenal konsep kaya dan miskin. Sayangnya di negara ini semua sudah diperkenalkan dengan kosep tersebut sejak dalam kandungan. Tak jarang ibu hamil mempersiapkan keperluan baby dengan sangat detail. Barang yang dipersiapkan disesuaikan dengan warna, kualitas (nyaman untuk baby), jumlah, dan tidak lupa merek yang bagus. Walaupun secara logika, kita semua tahu bahwa bayi yang masih dalam kandungan atau yang baru saja lahir belum bisa membedakan mana barang yang bagus dan mana yang tidak. Konsep nyaman diperkenalkan oleh orang tua dan keluarganya. Terkadang dalam pikiran, sudah tercipta konsep nyaman adalah jika komposisi bahan tertentu yang digunakan bahkan merek tertentu. Nah bagi para ibu hamil yang tidak memiliki uang cukup untuk memenuhi keperluan tersebut, maka dari jauh hari si ibu merasa risau dan sedih. Begitu juga ketika anak menginjak dunia sekolah, lihat saja daftar barang yang dibutuhkan untuk sekolah. Semua harus lengkap, kualitas bagus, dan tidak lupa merek terkenal. Jika standar itu tidak terpenuhi, maka merasa dirinya tidak termasuk dalam barisan orang kaya. Demikianlah keluarga mengenalkan kita konsep kaya dan miskin.
Wajar saja jika kita sangat sering mendengar orang tua mengeluh biaya pendidikan mahal. Menjadi sangat menghawatirkan jika kebutuhan akan kepuasan itu merupakan keharusan. Maka terjadilah perebutan modal di dalam masyarakat kita. Sumberdaya yang tersedia dan mencukupi kebutuhan suatu masyarakat menjadi bahan perebutan. Dalam perebutan kekayaan ini ada kelompok masyarakat yang kuat dan ada yang lemah. Bagi mereka yang kuat maka, orang kaya akan menjadi gelarnya. Namun bagi mereka yang lemah orang miskin menjadi gelarnya. Hadirlah kesenjangan diantara mereka, yang sebenarnya "sikaya" telah memiskinkan "simiskin". Namun kenyataan ini dianggap sebuah kompetisi yang lumbrah dalam kehidupan masyarakat kita. Yang berhasil merebut kekayaan ini lebih banyak dianggap suatu kesuksesan hidup, dikarenakan dalam prosesnya terdapat usaha.
Demi gelar kaya, "sikaya" melakukan apa saja untuk mencapai hasratnya melalui media yang dia miliki yaitu kekuasaan. Terjadilah kasus korupsi dan suap menyuap yang saya namakan "sikaya" memiskinkan "simiskin". Tidak asing bagi kita mendengar pejabat negara ini korupsi dan suap menyuap dengan jumlah milyaran rupiah. Pertanyaan yang mendasar: "untuk apa uang sebanyak itu?" padahal jasanya sebagai pejabat sudah dibayar oleh rakyat, bahkan tunjangannya lebih besar daripada gaji pokok. Apakah itu tidak cukup untuk menghidupi keluarganya? jawabnya hanya untuk agar dia mendapatkan gelar "kaya" padahal saat itu juga terjadi pemiskinan pihak lain.
Katanya pajak untuk rakyat. Kenyataannya banyak juga pihak yang tidak sepakat dengan konsep tersebut. Banyak juga tunggakan pajak para pengusaha tidak dibayarkan. Jikapun ada yang terbayarkan, bagaimanakah alurnya sampai ke masyarakat? apakah lancar-lancar saja? atau kita dapat memaklumi bahwa dana tersebut mesti mampir ke beberapa meja terlebih dahulu untuk membuat kaya pemilik meja hingga hanya sekedar tetesannya yang jatuh kepada masyarakat. Ini juga saya katakan proses pemiskinan, yang dapat dilakukan oleh siapapun terutama mereka yang berada dikursi kekuasaan. Seperti yang sedang menjadi perbincangan saat ini yaitu kasus ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia beserta timnya. Dimana lembaga hukum ini berani digadaikan demi gelar kaya.
Asnani,
Kost Putri Dinar, 22 Oktober 2013
Kost Putri Dinar, 22 Oktober 2013
Langganan:
Postingan (Atom)