Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Configure your calendar archive widget - Edit archive widget - Flat List - Newest first - Choose any Month/Year Format

Melewati Tembok Berlin

Wellcome to Bogor...Pada tanggal 27 Agustus 2013 yang lalu adalah untuk pertama kalinya kaki saya menginjak tanah Bogor yang terkenal dengan sebutan kota hujan dan banyaknya angkot (angkutan kota). Perasaan senang datang ke tempat ini namun ada juga takut karena saya belum mengenalnya, apalagi saya datang seorang diri. Yahhh tak apalah, lanjutkan saja menuju kampus tercinta yang akan akrab dengan keseharian saya selama 3 tahun mendatang.

Alangkah kagetnya saya ketika melihat plang nama Institut Pertanian Bogor yang bersebelahan dengan terminal Damri tempat terakhir bus Damri berhenti. Kemudian dengan penasaran saya bertanya dengan penjaga pos terminal dimanakah alamat kampus saya. Setelah satpam itu menjelaskan ternyata kampus Dramaga yang sesuai dengan alamat di surat panggilan registrasi bukanlah yang dekat dengan terminal itu. 

Kampus IPB ada di dua tempat yaitu Baranang Siang (bersebelahan dengan terminal Damri) dan di Dramaga. Alamat kampus yang akan saya tuju adalah IPB Dramaga, setelah bertanya-tanya bagaimana saya bisa kesana, satpam memberi saran agar saya menggunakan angkot. Saya menggunakan angkot menuju kampus Dramaga dengan nomor angkot 05 dan dilanjutkan 03. Ya...di kota ini angkotnya bernomor sesuai dengan rutenya. Soal ongkos sama saja seperti di Bandar Lampung, Rp.3000 sekali perjalanan.

well..diperjalanan saya bertanya-tanya dengan penumpang lain soal lokasi kampus IPB Dramaga, ada yang tau dan ada juga yang tidak tahu.  Seorang penumpang menyarankan saya untuk berhenti di sebuah jalan, yang terkenal dengan nama "tembok berlin". Saya sangat percaya dengan mereka, jadi diturunkan oleh supir di pintu masuk tembok berlin itu . Alangkah kagetnya saya, ternyata pintu berlin yang mereka maksud adalah sesuah pintu alternatif (saya akatan "jalan tikus"). Saya tidak bertanya ke orang mengapa disebut tembok berlin, namun berdasarkan pengamatan bahwa nama itu dikenal karena itu adalah pintu kecil yang sengaja dibuat oleh pihak IPB sebagai jalan pintas, sehingga tidak perlu melalui pintu gerbang pintu depan atau gerbang pintu belakang. 

Sebagaimana tembok Berlin di Jerman terkenal kokoh dan panjang yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman timur. Tembok ini juga dikatakan sebagai tembok proteksi karena membatasi ruang gerak dan berpindahnya penduduk. Tembok Berlin kemudian runtuh diusianya yang ke-30 (1961-1990) dan menjadi simbol reunisasi Jerman.

Sementara Tembok Berlin IPB adalah tembok pembatas area kampus dengan tanah masyarakat umum. pintu Berlin yang dimaksud selain menjadi jalan pintas juga  langsung menghubungkan warga kampus kepada akses pusat perdagangan berbagai kebutuhan warga kampus. Pusat perdagangan dan pemukiman mahasiswa (kost-kosatan) ini disebut Bara. 

Di lokasi ini menjual berbagai jajanan, rumah makan/warteg, toko pakaian, buku, photocopy, sepatu, tas, mini market, pusat komputer dan elektronik lainnya. Suasana di sekitar Bara selalu ramai dimulai pukul 07.00 sampai malam hari. Termasuk saya, walaupun tidak kost di sekitar Bara, selalu mampir di Bara untuk membeli berbagai kebutuhan pribadi maupun kuliah. 

Ketika hari Minggu pagi sampai sekitar jam 11.00 di Daerah ini juga akan menjadi pusat "pasar kaget". Banyak penjual dadakan hadir disini untuk menawarkan berbagai barang dagangan. Sehingga pada hari Minggu pagi akan lebih banyak lagi variasi pilihan barang yang kita inginkan, dengan harga sesuai kantong mahasiswa. Ini sama persis dengan "Sunmor" yang ada di sekitar kampus UGM Jogjakarta.

Selamat berpelesir ke Tembok Berlin***


Kost Putri Dinar, Dramaga-Bogor
23.00, 25 September 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Semesta Membacakan Ukiran Mimpiku

Wahai tanah air ku,
negara tercinta ku
kan kujaga keindahan wajahmu
diantara cantiknya wajah semesta dunia.
(Asnani)

 
Ilustrasi diambil dari http://desmarisme.blogdetik.com/category/ga-penting/


Sama sekali tidak ingat kapankah saya mengukir mimpi untuk melanjutkan study Doktor?, namun yang jelas saat itu ketika saya sedang dalam keadaan terpuruk diantara lembaran-lembaran draft Tesis yang sangat membosankan. Lagu-lagu Adelle dan MLTR yang tak bosan-bosan menemani pagi sebelum mandi, atau malam menjelang tidur bersama panjangnya transkrip penelitian. 

Apakah berbeda hasilnya ketika mimpi itu di ukir disaat sedang duduk santai dipantai sambil menikmati segarnya air buah kelapa muda dan dibandingkan ketika pusing, lelah dan bosan dengan sebuah pekerjaan wajib yang masih terbengkalai??? jawabnya tidak tahu.

Saya hanya berfikir semua tergantung kepada semesta mendukung atau tidak untuk membacakan mimpi yang telah kita ukir. Saya mengukirkan mimpi untuk lanjut studi Doktor, dalam keadaan saya belum menyelesaikan kewajiban untuk lulus Master. Sepertinya ini sangat paradok sekali...tidak masuk akal, ataukah ini hanya nafsu saja???.

Pada 24 Oktober akhirnya saya diproklamasikan kepada seluruh yang hadir di gedung Graha Shaba Permana Universitas terutama kepada kedua orang tua dan saudara dari Lampung bahwa saya lulus dan mendapatkan ijasah dengan gelar Master of Art (MA). Saya sudah membuktikan kepada keluarga bahwa perjalanan saya untuk menuntut ilmu adalah benar. Setidaknya spirit untuk memberikan contoh kepada Tujuh orang adik saya bahwa pendidikan itu mudah akhirnya terlaksana. 

Dua tahun selama di Jogja, namun enam bulan tidak terhitung sebagai aktivitas akademik karena saya cuti dan merantau ke Kampung Inggris Pare di Kediri, dan disanalah saya menelurkan penelitian Tesis. Disana, dimana dulu seorang Anthropolog Amerika Clifford Geertz pernah melakukan penelitian yang tertuang di beberapa karya diantaranya Mojokuto dan Santri Priyayi dan Abangan. Disana saya menemukan generasi informan kunci Geerzt yaitu KH. Ahmad Yazid seorang priyayi yang menguasai beberapa ilmu (matematika, biologi, fisika, dan sosial politik) berkat kelembutan hatinya dalam belajar dan menguasai Sembilan Bahasa Asing.

Saya sangat terinspirasi semangat belajar dari seorang mbah Yazid, begitulah saat ini namanya terkenal dan menjadi cerita kepada setiap pendatang kampung Inggris yang mencaritahu soal sejarah kampung tersebut. Ketika itu saya bertekat bahwa proses belajar ini tidak bisa berhenti, HARUS terus dan terus sampai waktu kematian itu tiba. Mungkin inilah yang sekarang dikenal sebagai konsep long life education.

Setelah selesai kuliah Master, saya diminta orang tua untuk kembali ke kampung halaman di Lampung. Mendapatkan pekerjaan dekat dengan orang tua adalah hal yang paling nyaman dan diinginkan oleh anak dan orang tua. Seminggu di Lampung, seorang dosen di Universitas Lampung meminta agar saya (belajar mengajar) di jurusan Sosiologi tentunya pada Mata Kuliah yang diasuh olehnya. Suatu proses yang sangat saya nikmati, berhadapan dengan mahasiswa, diskusi, dan membaca bahan-bahan ajar. Senang bisa mengabdi di Almamater tercinta.

Di luar itu, saya juga bergabung dengan WATALA (Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup). Saya kembali belajar pada kakak senior di WATALA dalam program empowering di kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat dengan isu hutan adat. Kemudian kegiatan capasity building program API Perubahan dengan isu adaptasi perubahan iklim untuk ketahanan. Sangat membahagiakan ketika belajar itu sesuai dengan passion kita. Berdiskusi dengan komunitas petani, belajar kelompok dalam training, bahkan makan bersama tim dipinggir jalan.

Semesta mulai membacakan ukiran mimpi yang lama saya ukir dalam hati, yaitu panggilan untuk melanjutkan studi. Setiap kali saya online internet selalu saya mencari peluang apa yang bisa saya tangkap agar bisa melanjutkan studi???. ternyata Sang Pencipta semesta memberikan apa yang saya butuhkan. Melalui takdirNya, saya masuk dalam lingkaran sistem yang disebut Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Setelah mengikuti semua alur dan ketentuan yang ada, akhirnya saya ditetapkan sebagai penerima BPPDN 2013 di program doktor bersama 114 oarang lainnya diseluruh Indonesia.

Selama tiga tahun saya akan berada di lingkungan belajar Institut Pertanian Bogor terhitung sejak akhir Agustus 2013, dengan menggunakan uang negara (uang rakyat Indonesia). Secara iseng saya menghitung uang yang akan saya habiskan selama 3 tahun ke depan sekitar 190 juta rupiah. Uang tersebut akan saya gunakan untuk biaya pendidikan (Registrasi awal, SPP, administrasi disertasi), biaya hidup, domisili, buku, penelitian lapangan, dan biaya perjalanan. Kemudian uang yang akan saya habiskan itu, HARUS saya pertanggungjawabkan kepada negara.

Begitu besar nominal uang rakyat yang diamanahkan kepada saya. Sebagai konsekuensi logis dari amanah itu, saya terikat kontrak bersama Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan (Dikti) bahwa saya harus mengabdi sekurang-kurangnya n+1 (Tiga Tahun masa studi ditambah 1 tahun) di salah satu universitas yang telah saya pilih diantara 35 universitas yang ditawarkan oleh Dikti. Saya memilih Institu Teknologi Sumatera (Itera) yang sekarang sedang di bangun di Kota Baru Lampung Selatan. 

Mengapa saya memilih Itera? 

Pertama karena program studi yang saya ambil (Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan) sesuai dengan salah satu program studi yang ada di Itera. Kedua, saya ingin ambil bagian sebagai putra daerah yang ingin membangun daerahnya, karena kampus ini baru tentu akan memiliki dinamika yang berbeda ketika bergabung dengan universitas yang sudah lebih lama berdiri. Ketiga, dari sisi pragmatis berdekatan dengan orang tua dan adik-adik tercinta, inilah harapan mereka bahwa saya sebagai anak tertua dalam keluarga lebih baik jika berada dekat dengan mereka.

Inilah yang saya maksud bahwa semesta mulai membacakan ukiran mimpi lama. Tidak ada salahnya jika saya tuliskan kembali motto hidup saya "HIDUP ADALAH KEYAKINAN".

Kost Putri Dinar, Dramaga Bogor, 24 September 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bukan Tamu Tengah Malam

Hujan sangat deras sekali ditambah suara petir saling bersaut-sautan. Di ruang berkotak dengan ukuran 3x3 meter ini, saya sendiri. Berusaha untuk tidur nyenyak tanpa menghiraukan suana malam ini yang menakutkan, karena cuaca yang seperti ini jarang sekali terjadi di Lampung. Walaupun sulit, akhirnya tertidur juga.

Mungkin sudah tertidur selama dua jam lamanya, tiba-tiba saya terbangun. Segera mencari HP yang biasanya saya letakkan di atas meja dekat dengan tempat tidur. Saya lihat jam menunjukkan pukul 01.30. Saya terbangun bukan karena suara HP atau karena yang mengetuk pintu, namun suara lonceng di gerbang kost berbunyi. 

Pemilik kost sengaja memasang lonceng yang sering dipakai untuk kalung kerbau atau sapi, ukurannya tidak terlalu besar namun cukup terdengar sampai ke kamar-kamar jika ia bergoyang. Tengah malam dalam keadaan hujan deras, siapakah yang keluar/masuk gerbang tersebut??? dalam hati saya bertanya. Namun karena sedari tadi saya merasa takut, ditambah lagi kejadian itu menambah rasa takut saya. Saya hanya berfikir bahwa ada teman salah seorang penghuni kost yang baru saja pulang. Tak lama kemudian saya berusaha tidur kembali.

Keesokan harinya saya berharap ada informasi dari penghuni kost, siapakah yang membuka gerbang tengah malam sehingga lonceng berbunyi. Namun harapan saya pupus karena tak seorangpun yang bercerita dan sayapun tidak bertanya. Ya sudahlah, alhamdulillah tidak terjadi apa-apa (saya bergumam dalam hati). Kemudian saya melanjutkan aktivitas seperti hari sebelumnya, berangkat ke kampus dan kembali lagi ke kostan.

Malam ini, kembali hujan deras seperti malam kemarin (hujan deras sekali). Kembali nyenyaknya tidur saya terusik dan terbangun tengah malam (sekitar jam 01.00) karena suara lonceng gerbang berbunyi. Siapakah yang membuka gerbang kost??? (bertanya dalam hati). Lagi-lagi saya tidak sanggup untuk membuka pintu kamar dan melihatnya secara langsung. Kali ini saya justru berfikir negatif (jangan-jangan Tukang Maling) yang berusaha masuk ke dalam area kostan. Dengan perasaan takut, kembali saya abaikan kejadian itu dan melanjutkan tidur.

Hari ini adalah hari minggu, semua penghuni kost pagi ini belum ada yang keluar dari gerbang dengan berbagai aktivitas. Ada beberapa yang berkumpul di ruang tamu sambil menonton TV, dengan acara santai (program entertainment: gosip). Sama halnya dengan saya, yang juga tertarik untuk ikut berkumpul, karena jika tidak hari Minggu, maka jarang-jarang kami berkumpul. Sambil nonton, saya kemudian bertanya kepada mereka prihal ketakutan saya dua malam ini. Siapakah yang membuka gerbang dua malam ini sekitar jam 01.00?? (Serentak saja mereka kaget dan penasaran).

Seorang teman (Adis) berkata: "iya, aku denger ada yang buka gerbang tengah malam". Dalam hati saya (berati bukan saya sendiri yang merasa takut dalam dua malam ini). Namun tiba-tiba ada teman lain (Welly) berkata: "Ohhhh, itu mah kucing....dia sering masuk atau keluar kost dengan lompat lewat lubang gerbang, sehingga loncengnya berbunyi".

setelah Welly menjelaskan logika itu, serentak rasa takut dan penasaran saya hilang. Ternyata hanya seekor kucing...Huuuuuuuuuh

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Antara Say good bye to Broiler dan Cerita Ayam Kampung

Senangnya ketika anak induk ayam mulai bertelur, 
berharap telurnya bisa banyak
dan semua telur yang dieramkan
menetas semuanya
Just hope :-), when i child...

Saya mengenal istilah ayam Broiler ketika duduk di kelas 1 SMP N 3 Kotabumi pada tahun 1997, karena ada pelajaran muatan lokal "Peternakan Ayam Broiler". Pada pelajaran ini tidak ada praktek langsung bagaimana budi daya ayam Broiler. Namun lebih kepada perkenalan secara teoritis saja, diperkenalkan jenis pakan yang banyak mengandung protein adalah yang terbaik untuk perkembangan ayam. Kemudian diperkenalkan juga bahwa dalam jumlah yang banyak menggunakan mesin penetasan telur, sehingga tidak perlu induk ayam mengerami telurnya untuk menetaskan telur. Output dari pelajaran ini adalah bahwa budidaya ayam Broiler sangat menguntungkan (Profit oriented), karena durasi budi daya yang singkat hanya sekitar 5-6 minggu sampai waktu panen.

Itulah sekilas pelajaran muatan lokal di sekolah yang tidak pernah saya ceritakan kepada orang tua. Namun sebagai anak yang berasal dari kampung, saya paham sekali tentang bagaimana ayam-ayam di kampung berkembang biak. Karena orang tua juga memeliharan beberapa ayam. Dalam keluarga kami memiliki keunikan tentang management ayam. Apakah itu???

Orang tua saya memelihara beberapa induk ayam kampung. Semua anggota keluarga (10 orang) memiliki ayam masing-masing, minimal 1 ekor ayam induk dan anak-anaknya. Kemudian setiap induk ayam diberi nama anak-anaknya. Jadi kami 8 bersaudara memiliki induk ayam masing-masing yang kemudian dipelihara. Buya (panggilan untuk Bapak) dan Emak (panggilan untuk Ibu) menjanjikan akan memotong satu ayam ketika libur kenaikan kelas tiba. Namun memotong ayam itu ada syaratnya yaitu jika kami semua anak-anaknya yang sedang sekolah "semua naik kelas". Diluar celebration itu, ayam yang dipotong adalah milik Buya atau emak. hehehe

Saya dan adik-adik ketika usia anak-anak memahami bagian dari tubuh ayam yang enak dimakan adalah paha dan hati. Jadi jika ingin makan paha ayam dan hatinya, maka ayam miliknyalah yang harus dipotong. Misalnya saya yang ingin makan paha dan hati ayam, maka ayam sayalah yang harus dipotong. Tentunya harus memperhatikan jumlah ayam saya berapa??? kalau hanya induknya saja dan anak-anaknya masih kecil maka tidak boleh dipotong. Jadi aturan ini harus memperhatikan masa produktifitas ayam kami. Biasanya ayam yang sering dipotong adalah ayam pejantan, alasannya karena ayam jantan tidak akan menelur hehehehe (berarti sejak kecil sudah ngerti hukum produktivitas ya :-)). Biasanya kalau ada keperluan uang, ayam-ayam yang sudah besar, dijual ke pasar. Tapi saat itu saya dan adik-adik tidak memperdulikan berapa harga dan untuk keperluan apa ayam dijual karena itu adalah urusan orang tua. 

Ayam-ayam saya dan adik-adik dipelihara orang tua di kebun tempat orang tua usaha (paroan) di Kampung Sriagung, sekarang di kabupaten Sungkai Selatan. Ketika saya liburan sekolah pasti ke kebun tersebut, sementara di Kotabumi saya tinggal bersama saudara. Adik-adik yang masih Sekolah Dasar bersama orang tua di kampung Sriagung. 

Kembali ke ayam lagi....Saya dan adik-adik punya tanggung jawab untuk memberi makan setiap pagi ketika sekitar jam 5.30. Menjadi alasan Buya membangunkan kami, karena ayamnya sudah ribut minta makan. Pakan ayam yang kami berikan sangat sederhana yaitu jagung bulat (hasil menanam sendiri) atau padi (hasil menanam sendiri) atau nasi dan sayuran sisa makan malam. Duduk di atas beranda rumah (karena rumahnya panggung), sambil melempar makanan ayam dari atas dan melihat pemandangan yang indah, dimana ayam-ayam berebut makan hehehehe seru sekali. Namun tak jarang kita harus turun dan mendekati ayam-ayam itu makan, karena ketika memberikan makan, banyak juga ayam orang lain datang menghampiri makanan. Jika kita dekati maka dengan mudah mengawasi ayam-ayam kita makan. Memberi makan ayam hanya pagi hari saja, siangnya ayam mencari makan sendiri di dalam kebun-kebun.

Tanggung jawab lainnya adalah ketika sore hari menggiring ayam-ayam tersebut masuk ke kandang (ayam yang baru saja menetas atau masih kecil bersama induknya). Sementara ayam yang sudah besar bertengger di pohon-pohon samping kanan rumah. Pekerjaan ini dilakukan secara bergilir, karena kadang muncul rasa malas jika dikerjakan sendiri dan terus menerus...so, kalau lewat maghrib ayam belum kembali ke tempatnya biasanya ditegur oleh orang tua. Hahaha

Nah, kalau begitu, saya tahu bahwa rata-rata ayam kampung mulai bertelur berusia sekitar 6 bulan. Masa bertelur sekitar 18 hari dan waktu mengeram sekitar 21-30 hari. Saya dan adik-adik diberi pemahaman bahwa daging ayam yang usianya dibawah 5 bulan sangat tidak enak dimakan. Oleh karena itu kami tidak pernah memakan ayam yang dibawah umur...hehehe. Yang paling enak ketika ayam bertelur, emak saya sering menyisihkan jumlah telur sebelum dieram oleh induk ayam. Emak sering bilang bahwa telur ayam kampung itu sangat baik untuk kesehatan, cara makannya direbus setengah matang...wah mantap pokoknya. Kami anak-anaknya sering diantri/bergilir makan telur ayam rebus setengah matang.

Sangat berbeda perlakuan budidaya ayam kampung dan ayam Broiler. Selain pernah belajar budidaya ayam Broiler juga sering membaca tentang ayam Broiler yang tumbuh berkembang dengan dukungan obat dan vaksin. Namun pada kenyataannya Saya dan keluarga juga mengkonsumsi ayam Broiler. Sampai pada kuranglebih pada bulan Ramadhan 2011 saya memutuskan akan menjalankan bulan puasa tanpa daging ayam, hanya sayuran, ikan dan telur saja. Ketika itu saya sedang study di Jogjakarta, tinggal di Asrama Putri Daerah Lampung milik Pemerintah Provinsi Lampung. Disana ada dapur bersama, sehingga bisa masak sendiri. Saya membuat program konsumsi tanpa ayam selama sebulan penuh, hampir setiap sahur saya hanya makan sayuran yang dimasak dengan direbus saja (tanpa tumis minyak atau santan). Program ini saya lakukan karena belajar makan makanan sehat sesuai bacaan atau tontonan. Program tersebut berhasil tanpa ada keluhan apa-apa, sampai saat ini saya sangat menghindari makan ayam Broiler. Protein ayam Broiler diganti dengan protein tempe, tahu, telur atau ikan dan sesekali daging kambing atau sapi. 

Salam...




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mathematic economics with Maple Program

Tugas 1, Matematika Ekonomi
1.A











1.B















 

1.C










1.D



 

 

 
 

 
 
 2.A







2.B







2.C









  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS