Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Configure your calendar archive widget - Edit archive widget - Flat List - Newest first - Choose any Month/Year Format

"Huma (Sawah)" di Kampung Saya


 Hamparan padi di kampung Srimenanti
Asnani.doc

Berikut adalah pengalaman pribadi saya ketika berlibur ke kampung halaman di Way Kanan tepatnya kampung Srimenanti kecamatan Negara Batin. Kampung ini berada di pinggiran sungai Way Kanan yang setiap tahun kedatangan tamu "Banjir". Mungkin itu sebabnya rumah-rumah di kampung ini berbentuk panggung. Setiap tahunnya di kampung ini ada yang namanya musim "ngehuma" yang artinya menanam padi di ladang. Ini tidak sama jika kita membayangkan sebuah sawah yang becek berlumpur dan senantiasa dialiri air irigasi. Padi disini ditanam di lahan-lahan ladang yang berada di dataran tinggi yang mengandalkan air hujan.

Kampung Srimenanti saat sore hari


Pada musim panen kali ini, padi ditanam (tugal) pada bulan Oktober 2012 yang lalu ketika musim hujan mulai datang. Berikut adalah tahapan "ngehuma" di kampung saya:

1. Mempersiapkan Lahan/Ngusi
Ini merupakan tahap awal dalam buat "huma". Lokasi yang digunakan adalah kebun karet atau sawit yang baru ditanam karena batangnya masih kecil atau belum rindang. Lahan ini juga digunakan sebagai "huma" karena sekalin membersihkan gulma/rumput di kebun tersebut. Ada juga petani yang membuka hutan belukar milik pribadi. Biasanya tahap ini dilakukan pada saat musim panas/kemarau. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
  1. Menyemprot rumput-rumput dengan herbisida.
  2. Membakar rumput-rumput yang telah mati
Orang tua saya membagi pengalamannya ketika petani dikampung belum mengenal herbisida sebagai pembunuh rumput, mereka tidak mampu membuat "huma" yang luas karena tidak mampu merumput dengan koret. Namun sekaran, mereka lebih merasa lebih dipermudah dengan adanya herbisida masuk kampung.

2. Nugal (Tanam)
Nugal adalah proses menanam padi. Nugal ini adalah membuat lubang-lubang kecil dengan menggunakan kayu yang ujungnya diruncingkan, kemudian kayu ini dihentakkan ke tanah sehingga menancap di tanah dan dicabut sehingga membentuk lubang kecil. Jarak tanam ini sekitar 25-30 cm dari lubang satuke lubang yang lainnya. Kita bisa melihat adanya pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yaitu laki-laki yang nugal dan perempuan yang membubuhkan benih padi yang banyaknya sekitar 30 buah padi. Jumlah ini jika tumbuh semua maka dianggap banyak. Namun jumlah iu dipersiapkan jika benih tidak tumbuh karena kerusakan benih atau ada benih yang dimakan oleh burung. Kemungkinan padi dimakan burung sangat besar karena lubang tuggal tadi tidak ditutup kembali setelah diisi dengan benih. Misalnya setelah tugal hujan datang maka lubang tersebut tertutup oleh tanah disekitar lubang dnegan sendirinya karena gerakan air juhan yang jatuh di sekitar lubang tugal. Jika di tutup kembali, maka kemungkinan besar benih akan membusuk apalagi setelah ditugal hujan datang menyebabkan lembab yang berlebihan. Ya inilah kebiasaan petani disana.

3. Ngamak/menyulam
Tahap ini dilakukan ketika benih yang ditanam tidak tumbuh merata karena disebabkan disebut di atas tadi. kegiatan ini dilakukan ketika rumpun padi berumur sekitar 2 minggu. Proses menyulam yang dilakukan oleh orang tua saya adalah mengambil 3-4 batang padi pada rumpun yang terlihat tumbuh sempurna. Pada "ngehuma" kali ini ada sebuah kesalahan pada saat menyulam ini yaitu: kebutuhan batang padi lebih banyak dari pada tersedianya rumpun padi yang tumbuh sempurnanya. Hal ini yang disebabkan setelah di tanam, "huma" tidak di tunggui. Alhasil bibit padi bnayak di makan oleh burung. Oleh karena itu orang tua saya mengambil cadangan dari rumpun padi milik saudara yang ternyata berbeda jenis bibitnya.

Bibit padi yang digunakan berdasarkan masa tanamnya, maka disebut "padi 3 bulan, padi 4 bulan dan padi 5 bulan". Maksudnya dari tanam dan panen, lamanya sesuai dengan jenis bibit tersebut. Ketiganya juga berbeda pada fisik batang. Untuk aman dari banjir maka petani memilih bibit padi 5 bulan karena batangnya yang tinggi (sekitar 1,5-2 meter) mampu menyaingi tingginya air banjir. Apalagi ketika bunga padi mulai keluar, sangat ditakutkan ketika banjir datang yang airnya menenggelamkan bunga padi tersebut. Ketakutan itu wajar karena akan menyebabkan buah padi yang hampa/kosong, tentu saja ini sangat merugikan. Dapat dikatakan akan terjadi kegagalan panen.

Lain lagi dengan bibit padi 3 dan 4 bulan, secara fisik batangnya lebih pendek (1 meter). Bibit ini ditanam di tanah yang lebih tinggi. Namun petani juga mengkombinasikan 2 jenis bibit, karena mereka membagi masa panennya. Sebagian lahan di tanam dengan bibit padi 3 bulan dan sebagian di tanam dengan bibit padi 5 bulan. Dengan demikian petani melakukan dua kali masa panen, namun tetap saja strategi ini disesuaikan dengan lahan yang mereka miliki.

4. Nyemprot rumput
Nyemprot rumput ini dilakukan 2 kali selama masa tanam untuk bibit padi 3 dan 4 bulan. Untuk bibit padi 5 bulan membutuhkan 3 kali penyemprotan. Penyemrotan ini dilakukan pada saat menyiapkan lahan, pertengahan masa tanam dan sebulan sebelum panen. Hal ini dilakukan untuk menghindari hama tikus, karena tikus sangat menyukai tanaman yang berumput. Selain itu juga jika tanaman padi bebas dari gulma maka pertumbuhan dan pembuhan berjalan dnegan sempurna. Pada saat masa panen akan mempermudah menggarapnya.


Padi mulai berbuah

5. Ngegetas/panen
Ngegetas dilakukan ketika padi mulai menguning dan tua sempurna. tahap ini dilakukan dengan 2 cara:
a. Menggunakan Ani-ani (Getas)
menggunakan Ani-ani dianggap cara lama bagi petani disini, yaitu mengambil buah padi dengan memotong tangkai buah. Setelah terkumpul banyak, selanjutnya adalah merontokkan bulir padi dengan cara diinjak-injak. Pada injakan-injakan yang pertama kemudian padi dan tangkai dipisahkan. Tangkai-tangkai yang belum bersih tadi kemudian diinjak-injaklagi sampai bersih. Setelah itu di tambi untuk membersihkan padi dari buah yang hampa/kosong. Padi yang sudah bersih di jemur dan siap disimpan di karung. Menggunakan Ani-ani sangat efektif pada bibit padi 5 bulan yang batangnya tumbang/tabah ke tanah. Hal ini disebabkan karena batangnya yang terlalu tinggi dan berat karena buahnya yang tua dan matang.

b. Menggunakan Arit padi
Arit ini digunakan untuk menggarap batang padi 5-10 cm dari tanah untuk dikumpulkan. Setelah diarit, batang-batang padi tersebut dipukulkan/gebuk ke arah kayu. Tangkai buah yang diarahkan ke kayu "penggebuk". Dalam satu genggaman batang padi harus berulang-ulang dipukul sampai padinya rontok. Tentu saja dari gebukan ini banyak sampah batang yang tercecer di sekitar rontokan padi, oleh karena itu harus dibersihkan terlebih dahulu batang dan daun yang jatuh dengan cara diayak. Kemudian padi di tampi untuk membersihkan padi yang hampa/kosong dan patahan tangkai. Setelah itu di jemur dan siap masuk ke karung. Proses ini dianggap lebih cepat dari pada menggunakan Ani-ani, karena 1 rumpun padi bisa sekali waktu digarap, sementara menggunakan Ani-ani mematahkan tangkai yang jumlahnya 15-25 tangkai dalam setiap rumpun.

Padi sudah siap dibawa ke rumah, bagi mereka yang mempunyai kendaraan bermotor sangat mudah membawanya. Namun yang tidak, harus menarik dan mendorong "angkong"/gerobak beroda 2. Selama beberapa hari membantu orang tua di kampung, pemandangan menarik dan mendorong "angkong" banyak terlihat di sore hari. Terlihat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam hal pekerjaan ini. Laki-laki menarik "angkong" dari depan (layaknya sapi/kerbau) sementara yang perempuan mendorong angkong yang berisi karung-karung padi dari belakang.

Karena orang tua saya tidak punya kendaraan dan Sapi atau kerbau, maka kamipun menarik dan mendorong "angkong". Luar biasa !!! inilah pengalaman pertama saya merasakan lelahnya mendorong "angkong". Keringat mengucur deras di bawah terik panasnya sore, terkadang di bawah guyuran hujan. Sambil mendorong "angkong" di tempat kubangan jalan berlumpur yang rusak, saya berkata "alangkah mudahnya ini kalau saya sudah punya mobil Strada Merah". Ayah saya berkata "Hai anak ku, kita urus angkong ini dulu". Dalam hati saya mengangis, tubuh renta mereka harusnya tidak lagi bekerja sekeras itu. Namun entah kenapa, rasa lelah itu hilang ketika setelah tiba di rumah, mandi, menyiapkan makan malam, dan makan bersama. Kemudian kami duduk bersama di temani lampu "teplok", maklum listrik belum ada di kampung dan diesel juga kami tidak punya. Kami bercanda bersama, sampai suatu saat saya berkata "wajar ya beras mahal, gak mudah ngumpulin biji-biji padi". Merekapun tertawa hahahaha (dalam hati saya berdo'a semoga cita-cita saya cepat terkabul)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

razone wanennoor mengatakan...

waw keren.. good.. menarik sekali..

Asnani Azzasharma mengatakan...

Terimakasih bang, proses belajar menjadi petani nie :-)

Posting Komentar